Kita berada di kehidupan yang sangat berbeda dengan kehidupan
pada abad ke 19. Kini umat manusia memasuki era digital, yaitu semua hal
berbasis komputer atau elektronik. Contoh jelasnya yaitu pada kamera. Pada masa
sebelum tahun 2000, sangat populer kamera dengan menggunakan film. Pencetakan
hasil fotonya membutuhkan waktu 15 sampai 30 menit. Itupun terkadang ada hasil
foto yang tidak bagus atau disebut terbakar. Pada masa sekarang, disaat
mayoritas menggunakan kamera digital, semua hal itu berubah drastis. Kamera
digital dapat melihat hasil foto yang barusan dicetak dengan mudah.
Pencetakannya pun dapat dilakukan siapa saja yang punya alat print, tanpa harus
ke tempat cetak foto.
Begitu pula hal yang berhubungan dengan kertas. Pada masa
sekarang, media cetak mulai beralih ke media online. Seperti majalah, koran,
bahkan buku pelajaran. Seorang ayah dapat membaca koran langsung dari
smartphonenya. Seorang ibu dapat melihat resep masakan pada majalah yang ada di
tabletnya. Begitu pula pelajar dapat membaca buku pelajaran pada laptopnya.
Gaya hidup membaca media cetak berubah menjadi membaca media
pada elektronik dipicu oleh perkembangan teknologi yang begitu pesat. Juga
karena kesadaran manusia terhadap kertas yang ternyata dalam pembuatannya
menggunakan begitu banyak kayu.
Kayu berasal dari pohon. Penggunaan kertas yang berlebihan
dapat diartikan membutuhkan penebangan kayu yang banyak pula. Hal ini
mengakibatkan hutan akan semakin gundul. Udara polusi tidak dapat diolah
menjadi oksigen yang segar, karena paru – paru dunia semakin tipis.
Berikut adalah infographic fakta penggunaan kertas:
Dari infografik tersebut, terlihat hasil survey yang
dilakukan di Amerika Serikat. Tiap tahunnya, tercetak 24 milyar koran, 12,5
milyar katalog dan 350 juta majalah. Bila di total, semuanya menghabiskan
sekitar 169 juta pohon.
Selain penggunaan kayu sebagai bahan bakunya. Dalam produksi
kertas juga menggunakan banyak energi. Seperti pada infografik di bawah ini :
Pembuatan kertas cukup panjang. Setelah dipilih, kayu – kayu
tersebut dibuat menjadi pulp. Lalu dibuat lembaran basah, lalu dikeringkan.
Setelah itu diratakan kembali. Kemudian kertas yang sudah jadi dipotong sesuai
kebutuhan.
Hal ini memberi informasi bahwa selain tidak ramah
lingkungan. Pembuatan kertas juga tidak hemat energi dibandingkan menggunakan
media elektronik.
Tetapi persoalan tidak berhenti sampai disitu. Tidak cukup solusinya
hanya menggunakan media elektronik. Karena faktanya terlalu lama membaca media
online atau selalu kontak dengan layar. Membuat mata lelah dan tidak nyaman.
Oleh karena itu, masih banyak orang yang berminat pada media cetak. Seperti
orang lebih suka membaca novel cetak daripada membelinya secara online untuk
disimpan di smartphonenya.
Karena persoalan itu, dicari pembuatan kertas yang ramah
lingkungan. Contoh dari pembuatan kertas yang ramah lingkungan, misalnya
Pembuatan kertas dari produk nata.
Produk nata adalah produk yang berasal dari fermentasi. Yang
umum berada di masyarakat yaitu nata de coco (dari air kelapa), nata de pina
(dari limbah nanas), dan nata de soya (dari limbah tahu). Ketiganya merupakan
bahan selulosa murni. Inovasi ini diusulkan untuk menjadi upaya pengurangan
emisi dari deforestisasi dan degradasi hutan akibat pembuatan kertas.
Caranya adalah mencampurkan produk nata ke dalam bahan baku
kertas dari kayu dengan 50 – 75p persen. Dengan ini bisa menghemat pemakaian
kayu hingga 75%. Selain itu, untuk mendukung program ini dilakukan revitalisasi
pesisir dengan menanam pohon kelapa. Produksi selulosa menggunakan mikroba juga
mengurangi proses penghilangan lignin dan tidak perlu pemutihan dengan klorin
sehingga tidak mencemari lingkungan.
Cara pembuatan secara lengkapnya yaitu :
Penyiapan starter
(modifikasi dari Cienchanska et al., 1998)
Satu liter air kelapa (disaring dan dimasak selama 2 jam)
ditambahkan 40 g gula pasir, 5,6 g ZA, dan 6 mL asam asetat untuk mendapatkan
pH 3-4. Biakan A. xylinum, diinokulasikan dan dibiarkan selama 4 hari pada suhu
25-27ºC.
Produksi selulosa
mikrobial (nata de coco)
Media produksi selulosa mikrobial dipersiapkan sama dengan
persiapan starter hanya saja asam asetat yang ditambahkan lebih sedikit (pH media
produksi adalah 5). Setelah dibiarkan semalam, media produksi ditambahkan
strater dan difermentasi selama selama 7 hari pada suhu 25–27ºC. Selulosa
mikrobial yang diperoleh dipurifikasi dengan pemasakan dalam NaOH 1 % (b/v)
pada suhu 60ºC selama 20 menit (Krystynowicz dan Bielecki, 2005).
Pembuatan Pulp
Selulosa Mikrobial (Casey, 1980)
Pulp selulosa mikrobial dibuat dengan menggunakan niagara
beater selama 5 menit (tanpa beban). Serat yang telah diurai, kemudian disaring
menggunakan kain. Dilakukan penentuan kadar air dan rendemen pulp yang diperoleh.
Pembentukan Lembaran
(Modifikasi Casey, 1980)
Lembaran (kertas) selulosa mikrobial yang dibentuk adalah
630 cm2 (30 cm x 21 cm) dengan gramatur 60 g m-2. Bahan yang diperlukan per
lembar kertas adalah 3,78 g pulp selulosa mikrobial (berat kering oven, BKO)
dengan konsistensi serat 1 %, tawas 2 % BKO, tapioka 0-2,5 % BKO, dan kaolin 0-5
% BKO.
Analisis Konversi
Biomassa
Analisis konversi biomassa bertujuan untuk mengetahui
peranan atau manfaat penggunaan selulosa mikrobial sebagai selulosa alternatif
dalam pembuatan kertas. Peranan yang dikaji berdasarkan penghematan jumlah kayu
yang dibutuhkan dalam menghasilkan pulp yang disubstitusi dengan menggunakan
selulosa mikrobial.
Hasil analisisnya Selulosa mikrobial yang dihasilkan
memiliki nilai kadar air yang tinggi yaitu 98 %. Pemurnian selulosa mikrobial
dalam NaOH 1 % (b/v) menghasilkan lembaran dengan warna yang relatif putih
(tidak membutuhkan proses bleaching). Pada selulosa mikrobial tidak terkandung
lignin dan zat-zat ekstraktif seperti pada kayu. Dengan demikian proses
pembuatan pulp selulosa mikrobial relatif sederhana dan ramah lingkungan.
Penguraian serat selulosa mikrobial dilakukan dengan alat pengurai serat
niagara beater cukup dilakukan satu tahap, lebih mudah bila dibandingkan dengan
penyiapan pulp dari kayu.
Keunggulan pembuatan
kertas dengan cara ini adalah :
- Berbahan baku dari komoditas (selulosa mikrobial dari air kelapa) dengan periode produksi dan panen yang jauh lebih pendek jika dibandingkan dengan kayu
- Selulosa mikrobial relatif murni sehingga tidak memerlukan bahan dan proses delignifikasi
- Memiliki warna yang cenderung putih/bening sehingga relatif tidak/kurang memerlukan bahan dan proses pemutihan
- Memiliki beberapa sifat fisik yang lebih baik dibanding kertas dari selulosa kayu, batang pisang dan jerami
Demikian penjelasan tentang pembuatan kertas yang ramah lingkungan
dengan menggunakan nata. Penelitian lebih lanjut diharapkan dapat menemukan
cara yang lebih efektif untuk menuntaskan permasalahan tentang produksi dan
penggunaan kertas sebagai media cetak.
Daftar Pustaka
Syamsu,Khaswar, Han Roliadi, Krishna Purnawan Candra, Siti
Sartika Hardiyanti. 2012. PRODUKSI KERTAS SELULOSA MIKROBA NATA DE COCO DAN
ANALISIS BIOKONVERSINYA (ISSN 1858-2419 Vol. 8 No. 2). Jurnal Teknologi
Pertanian. Universitas Mulawarman
http://gift4earth.wwf.or.id/library/admin/attachment/clips/e1_011011_KOMPAS_Produksi%20Kertas%20Ramah%20Lingkungan%20Ditemukan.pdf
https://gunawansuryapaper.wordpress.com/
http://www.bic.web.id/login/inovasi-indonesia-unggulan/515-kertas-ramah-lingkungan
http://www.bic.web.id/login/inovasi-indonesia-unggulan/1116-kertas-berkualitas-tanpa-selulosa-kayu
Syamsu, Khaswar, Renny Puspitasari, Han Roliadi. 2012.
PENGGUNAAN SELULOSA MIKROBIAL DARI NATA DE CASSAVA DAN SABUT KELAPA SEBAGAI
PENSUBSTITUSI SELULOSA KAYU DALAM PEMBUATAN KERTAS (ISSN 2252-3324 Vol.1 No.2,
p 118 – 124). E-Jurnal Agroindustri Indonesia. Institut Pertanian Bogor
No comments:
Post a Comment